Siprus tiba-tiba menjadi pusat perhatian ekonom dan pelaku pasar keuangan dunia di awal pekan. Tidak ada yang mengira jika negara dengan populasi kurang dari satu juta jiwa ini akan menyusul nama-nama besar yang sudah lebih dahulu mengisi daftar bailout seperti Yunani, Italia maupun Irlandia. Jika dilihat dari nilai ekonominya, jumlah GDP negara ini merupakan yang terkecil ke-tiga di zona Euro atau hanya lebih besar dari Malta dan Estonia. Lantas mengapa Siprus menjadi begitu penting untuk diselamatkan oleh Uni Eropa?
Wednesday, March 20, 2013
Permasalahan tentang Cyprus
Wednesday, March 20, 2013
No comments
Mark
Thompson dari CNN membagi opininya tentang poin-poin terpenting dalam
pemberian dana bailout Eropa bagi Siprus. Meskipun kuantitas ekonomi
Siprus tidak sebesar negara penerima dana talangan sebelumnya, perbaikan
sistem keuangan di negara itu dapat memberi ketenangan psikologis bagi
pelaku pasar. Berikut ini adalah lima hal yang melatarbelakangi
kebijakan bailout negara Siprus:
1. Bailout atau Bangkrut
Tanpa bantuan dana dari pihak lain, Siprus tidak akan mampu membiayai kewajiban bayarnya. Aset-aset yang dimiliki oleh bank-bank
di sana sudah tergerus banyak akibat turunnya nilai simpanan mereka di
surat hutang Yunani. Pemerintah tidak mampu mendanai semua bank
pesakitan dengan uang dari koceknya sendiri sehingga membutuhkan
asistensi Uni Eropa. Rasio hutang terhadap GDP Siprus saat ini adalah
sekitar 87% dan segera menembus 140% apabila dana talangan gagal didapat
dalam waktu dekat. Apabila benar-benar bangkrut sepenuhnya, maka Siprus
resmi terdepak dari zona valuta tunggal dan kekhawatiran tentang
perpecahan Euro kembali mencuat ke permukaan. "Kebangkrutan akan memaksa
kami keluar (dari Euro zone) dan harus mendevaluasi mata uang," keluh
Presiden Nicos Anastiades akhir pekan lalu.
2. Pajak Simpanan Bank yang Kejam
Untuk
kali pertama dalam sejarah, Uni Eropa memasukkan klausul 'sadis' dalam
prasyarat bailout bagi sebuah negara. Pemilik simpanan di bank-bank
Siprus dipaksa untuk menerima kerugian dari kesalahan manajerial dan
ilikuiditas yang dialami oleh pihak pemerintah dan perbankan. Otoritas
siap mengucurkan dana bantuan 10 miliar Euro asalkan mereka berhak
mengutip pajak 6.75% dari setiap dana deposan yang disimpan di bank
Siprus yang nilainya di bawah 100.000 Euro. Sementara untuk jumlah
simpanan di atas itu, otoritas berhak mendapat pajak sebesar 9.9%. Shock therapy tersebut seakan dirancang untuk mengabarkan ke seluruh dunia bahwa semua pihak harus bertanggunjawab atas mismanagement
dan minimnya pengawasan pemerintah terhadap kinerja operasional
bank-bank komersial. Semua harus merasakan akibatnya, termasuk nasabah.
Mungkin
bagi Uni Eropa, Siprus adalah proyek percontohan yang baik untuk
pemberlakukan aturan ini. Dengan begitu, bank dan pemerintah negara lain
akan lebih ketat dalam mengatur pola bisnis dan strategi investasinya
di masa depan. Sulit untuk membayangkan kalau negara ekonomi yang lebih
besar, seperti Italia atau Spanyol, juga dipaksa menjalankan klausul
pajak ini. Guncangannya ke pasar finansial global dipastikan bisa dua
hingga tiga kali lipat lebih masif dibandingkan sekarang.
3. Kredibilitas Eropa
Dengan
memberlakukan aturan tadi, Uni Eropa ingin mengembalikan
kredibilitasnya yang hilang diterjang banjir krisis perbankan. Kalau
dulu penanam modal di surat hutang Yunani dipaksa untuk menerima
kerugian investasinya, maka hal yang sama juga berlaku untuk nasabah
bank-bank Siprus. Meski pahit, kebijakan ini bisa memulihkan reputasi
pemerintah Eropa yang dikenal lemah dalam urusan pengawasan. Namun
dampak negatifnya, klausul bailout berupa pungutan pajak simpanan rentan
memicu penarikan dana besar-besaran dari bank Eropa ke wilayah lain
yang lebih 'aman'. Siapa yang mau dana simpanannya berkurang di bank di
saat harusnya berbunga? Tentu tidak ada.
4. Tekanan bagi Bank-bank Eropa
Saham-saham
perbankan Eropa anjlok di awal pekan. Investor bank-bank di wilayah
Euro, khususnya yang beroperasi di negara ekonomi rentan krisis, meminta
imbal hasil lebih tinggi atas modal simpanan seiring bertambahnya
risiko. Bank terpaksa merogoh kocek lebih dalam untuk membiayai beban
bunga nasabah/investor yang semakin tinggi di tengah kecemasan pasar.
Artinya, porsi penghasilan dan laba juga ikut berkurang dan beberapa
bank bisa saja kehilangan sumber pendanaan publik. Kondisi seperti ini
sangat tidak diinginkan mengingat bank-bank di wilayah Eropa sedang
berjuang menyeimbangkan neraca keuangan dan mempromosikan kredit di
tengah sepinya minat bisnis. Dana Moneter Internasional pekan lalu
bahkan menyoroti buramnya prospek bisnis perbankan Eropa karena
perekonomian belum mampu menyerap porsi kredit seperti sedia kala.
5. Kerugian bagi Rusia
Nilai
aset bank-bank Siprus setara dengan delapan kali nilai perekonomian
nasionalnya. Porsi simpanan investor asing di negara ini kurang dari
separuh total deposito di bank yang nilainya sekitar 70 miliar Euro.
Namun perusahaan dan pengusaha asal Rusia memiliki aset dalam jumlah
besar di instrumen keuangan Siprus. Lembaga pemeringkat Moody's
memperkirakan jumlah simpanan perusahaan Rusia di Siprus menembus angka
$19 miliar, sehingga jika negara ini benar-benar default maka bank-bank
asal Rusia bisa kehilangan aset dalam jumlah besar. Pemerintah Rusia
telah berbicara soal perpanjangan masa jatuh tempo dari pinjamannya ke
Siprus senilai 2.5 miliar Euro, dan bahkan bersedia memangkas bunganya
sekaligus. Kelonggaran pembayaran ini bertujuan untuk mengurangi beban
hutang negara itu, mengingat kebangkrutan Siprus sama artinya dengan
kehancuran bank-bank Rusia.
(mario prabowo)















0 komentar:
Post a Comment