English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sudirman Plaza, Gedung Plaza Marein Lt. 7, Jl. Jend. Sudirman Kav. 76 – 78, Jakarta 12910 Telp : (021) 5793 6555 (Hunting), Fax : (021) 5793 6546 E-mail : admin@kontak-perkasa-futures.co.id

Thursday, September 28, 2017

PT Kontakperkasa futures | Belgia Gugat Facebook Ihwal Data Pengguna

Belgia Gugat Facebook Ihwal Data Pengguna

Akibat aktivitas pemanfaatan data pribadi, Facebook mendapatkan gugatan dari lembaga pengawas di Belgia. Pada saat bersamaan, 28 negara anggota Uni Eropa menyetujui rancangan undang-undang pan-Eropa yang akan mendongkrak kuasa regulator nasional lain atas perusahaan seperti Facebook.
Langkah kembar itu—gugatan atas perusahaan Amerika Serikat (AS), dan penyiapan legislasi baru Uni Eropa mengenai privasi—mencemaskan banyak perusahaan teknologi AS. Menurut mereka, kebijakan tersebut akan menyulitkan kegiatan usaha.
Sejauh ini, komisi privasi Belgia adalah pihak yang paling tegas mengajukan gugatan menyusul serangkaian penelusuran terkoordinasi dari para regulator di Belanda, Perancis, Spanyol, dan Jerman atas kebijakan privasi baru Facebook.
Bagi regulator Belgia, masalahnya terletak pada bagaimana Facebook melacak pengguna Internet di situs-situs lain lewat fitur “like” dan “share” untuk kepentingan iklan.

Wednesday, September 27, 2017

PT Kontakperkasa Futures | Kemenkeu Dorong Pemda Bantu Tutup Defisit BPJS

Kemenkeu Dorong Pemda Bantu Tutup Defisit BPJS



Kontak perkasa futures - Kemenkeu akan berupaya untuk mengoptimalkan peran pemerintah daerah untuk membantu menutup defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan melalu pemanfaatan dana bagi hasil cukai rokok.

"Kami akan mengkaji pemanfaatan 'cost sharing' dengan Pemda utamanya melalui pajak rokok yang saya kira cukup besar," ungkap Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo di sela Acara Pertemuan Nasional Pelayanan Primer 2017 di Yogyakarta, Selasa (26/9/2017).

Menurut Mardiasmo, selain dengan perolehan cukai rokok yang sebagian dikembalikan ke daerah, Pemda juga akan diminta mengalokasikan 10 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), khususnya untuk membayar iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) di daerah masing-masing.

"Minimal sepuluh persen dari APBD yang kami anggap akan sangat membantu BPJS untuk menutup defisit pembiayaan," tuturnya.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan memproyeksikan defisit pembiayaan bisa mencapai Rp9 triliun pada 2017.

Menurut Mardiasmo, untuk menutup defisit itu Kemenkeu juga meminta Pemda melalui Dinas Kesehatan setempat mendorong peningkatan mutu layanan primer, sehingga daripada langsung ke Rumah Sakit masyarakat akan mendahulukan ke Puskesmas.

"Dengan meningkatkan kualitas sarana prasarana serta mutu dokternya di fasilitas kesehatan tingkat pertama, maka masyarakat akan memilih ke Puskesmas dulu daripada langsung ke RS," tuturnya.

Peningkatan mutu layanan itu, tambah dia, juga akan memperlancar program rujuk balik, di mana apabila pasien sudah dinyatakan pulih dari RS bisa dikembalikan ke daerah masing-masing. Pertemuan Nasional Pelayanan Primer Tahun 2017 diharapkan akan menguatkan kemitraan BPJS Kesehatan dengan Pemda, khususnya Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya Amiarny Rusady mengatakan pertemuan bertujuan menyamakan persepsi tentang mutu layanan berbasis kepusan peserta sesuai standar FKTP.

Untuk meningkatkan mutu layanan primer di FKTP, menurut dia, saat ini sudah diterapkan pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan (KBK). "Pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan Komitmen Pelayanan ini merupakan metode pembayaran yang sudah diterapkan di banyak negara yang menggunakan media sosial," pungkas Maya Amiarny Rusady.
Edited: PT Kontakperkasa Futures

Friday, September 22, 2017

PT Kontak Perkasa Futures | Revisi UU Terkait E-Money Tidak Diperlukan

Revisi UU Terkait E-Money Tidak Diperlukan


Kontak perkasa - Anggota DPR RI, Eva Kusuma Sundari menyatakan tidak perlu merevisi UU Mata Uang terkait dengan pemberlakuan pembayaran secara nontunai dengan kartu uang elektronik (e-money) di semua gardu tol otomatis (GTO) per 1 Oktober 2017.

"Enggak perlu merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang karena permasalahan di level peraturan," kata Eva K. Sundari, anggota Komisi XI (Bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan, dan Perbankan) DPR RI, menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Kamis (21/9/2017).

Terkait dengan rencana pemberlakuan electronic money (e-money) di GTO pada semua tol di Indonesia itu, Pemerintah tengah menyiapkan aturannya berupa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Sebelumnya, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat melalui siaran persnya kepada Antara di Makassar, Jumat (15/9/2017), menilai peraturan itu melanggar undang-undang.

Mirah Sumirat mengatakan bahwa peraturan itu telah membuat rupiah sebagai alat pembayaran yang sah menjadi tidak berlaku sehingga aturan ini bertentangan dengan UU Mata Uang.

Menurut Eva K. Sundari, mata uang rupiah tidak terganggu, value of money (nilai uang) tidak terganggu, terutama ketika tidak ada biaya pengisian ulang (top up) e-money.

"Value of money tetap. Hal ini soal teknik pembayaran, bukan nilai tukar. Dampaknya justru pada labour (buruh) karena ini capital intensive (padat modal)," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR itu.

Ia lantas mengingatkan bahwa penggunaan e-money merupakan tren dunia. Oleh karena itu, regulator harus mewaspadai, terutama sektor perbankan.

"Walau BI sudah menggalakkan kampanye nontunai (cash campaign), respons industri lambat sehingga masyarakat yang seharusnya melek teknologi juga ikut lambat," katanya.

Di sisi lain, kata Eva yang pernah sebagai anggota Komisi III (Bidang Hukum, Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) DPR RI, e-money terbukti ampuh mengurangi korupsi yang basisnya cash transactions (transaksi tunai).

Pembayaran pajak motor dan mobil, misalnya, menurut wakil rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan itu, seharusnya sudah bisa secara nontunai.

Tuesday, September 19, 2017

PT Kontak Perkasa Futures | Biaya top up e-money dilaporkan ke ombudsman

Biaya top up e-money dilaporkan ke ombudsman

Kontak perkasa - Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan beleid yang mengatur soal biaya isi ulang atau top up uang elektronik mendapat banyak tentangan. Salah satunya adalah pengacara yang kerap pada isu perlindungan konsumen, David Maruhum L. Tobing.

Hari ini, Senin (18/9) David melaporkan BI kepada Ombudsman Republik Indonesia karena menduga adanya maladministrasi jika kebijakan ini diberlakukan. Yang dimaksud ialah adanya biaya sekitar Rp 1.500 sampai dengan Rp 2.000 seperti diisukan selama ini.

"Uang elektronik tidak dijamin oleh LPS, uang elektronik kalau hilang kartunya saldonya akan hilang, uang elektrobik juga tidak memperoleh bunga. Dan harusnya yang diterima konsumen adalah efisiensi bukannya biaya top up," ujar David di kantor Ombudsman.

Ia juga menjelaskan kebijakan cashless society ini sebenarnya melanggar peraturan perundangan. Yakni pasal 2 ayat 2, 23 ayat 1, dan 33 ayat 1 UU No. 7/2011 tentang mata uang. Di situ diatur tegas bahwa orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran. Ancaman pidana aturan ini ialah penjara 1 tahun dan denda hingga Rp 200 juta.

"Jadi konsumen seharusnya mendapat insentif dan bukan diinsentif dalam pelaksanaan program cashless society," tambahnya.

Jika laporan ini tak diindahkan, David mengaku siap mengajukan gugatan class action hingga pengujian di Mahkamah Agung.

Ia pun berharap pada Ombudsman agar memberi rekomendasi kepada BI untuk membatalkan rencana penerbitan kebijakan pengenaan biaya isi ulang uang elektronik.

Ketua harian YLKI Tulus Abadi juga mengungkapkan kritiknya soal ini. Biaya ini hanya lebih menguntungkan perbankan dibanding konsumen.

"Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disentif dengan pengenaan biaya top up," ujarnya.

Sementara itu sebelumnya Punky Purnomo Wibowo, Direktur Departemen Pengawasan dan Kebijakan Sistem Pembayaran BI bilang dalam waku dekat regulator memang akan mengeluarkan aturan terkait hal ini.

"Saat ini harga (biaya top up) sedang difinalisasi," kata Punky, Jumat (8/9) yang lalu.

Aturan ini utamanya untuk mendukung elektronifikasi moda transportasi utamanya di jalan tol. Belakangan Pemprov DKI Jakarta juga bakal memberlakukan ERP (electronic road pricing).
Sumber: kontan.co.id




 

 
Back to Top